Kisah Sukses Chairul Tanjung

Berikut ini perjalanan seputar kisah sukses Chairul Tanjung yang penulis himpun dari berbagai media masa dan disajikan secara akurat. Semoga kisah sukses Chairul Tanjung memotifasi seluruh pembaca untuk berkerja dan belajar lebih giat untuk mencapai kesuksesan hidup.

Tapi sebelum kita membaca lebih lanjut seputar kisah sukses Chairul Tanjung ada baiknya kita baca biografi singkat beliau terlebih dahulu.

Chairul Tanjung (lahir di Jakarta, 16 Juni 1962; umur 50 tahun) adalah pengusaha asal Indonesia. Namanya dikenal luas sebagai usahawan sukses bersama perusahaan yang dipimpinnya, Para Group.

Chairul telah memulai berbisnis ketika ia kuliah dari Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Sempat jatuh bangun, akhirnya ia sukses membangun bisnisnya. Perusahaan konglomerasi miliknya, Para Group menjadi sebuah perusahaan bisnis membawahi beberapa perusahaan lain seperti Trans TV dan Bank Mega.


Latar Belakang Pendidikan

Berikut selengkapnya latar belakang pendidikan seorang Chairul Tanjung.
SD Van Lith, Jakarta (1975)
SMP Van Lith, Jakarta (1978)
SMA Negeri I Boedi Oetomo, Jakarta (1981)
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia (1987)
Executive IPPM (MBA; 1993)

Lahir: 16 Juni 1962 (umur 51)
Pekerjaan: Pemilik (CEO) Utama CT Corp
Agama: Islam

Tiga Kunci Sukses Chairul Tanjung

Pemilik CT Corp, Chairul Tanjung, membeberkan kisah suksesnya dalam membangun usaha. CT membagi tiga kunci suksesnya, yaitu kerja keras, kerja cerdas, dan ikhlas.

Hal tersebut disampaikan Chairul dalam diskusi buku mengenai biografinya "Chairul Tanjung Si Anak Singkong".

Pria dengan sapaan akrab CT ini menjelaskan, masyarakat Indonesia sebenarnya beruntung, karena hidup di negeri yang memiliki potensi luar biasa, baik bagi individu maupun bangsa. Jika tiga kunci, yaitu kerja keras, kerja cerdas, dan ikhlas dilakukan, ia yakin dapat berhasil.

"Artinya kita memiliki potensi maju luar biasa bagi individu dan negara, kalau mau bekerja keras sungguh-sungguh, kerja cerdas, dan ikhlas. Tiga kunci itu akan bisa menghasilkan hasil kerja yang baik," kata CT di Jakarta, Senin 2 Juli 2012.

Menurut dia, Indonesia membutuhkan ribuan pengusaha seperti dirinya agar bangsa Indonesia dapat maju dan masyarakatnya sejahtera. "Indonesia butuh ribuan CT yang lain dan saya yakin Indonesia memiliki banyak CT yang lain," katanya.

Ikhlas dan sabar dalam berproses juga menjadi salah satu kunci penting CT, sehingga bisa sukses. Ia menuturkan, bangsa Indonesia memiliki penyakit ingin segala sesuatunya instan. Segala kesuksesan, dia melanjutkan, akan datang melalui sebuah proses.

"Saya sering bercanda, istilahnya itu, kita kebanyakan makan mi instan sehingga segala sesuatu mau instan," katanya.

Ia menjelaskan, kesadaran tidak ada proses instan. Itulah yang membuat dirinya bersabar. Ia selalu menekankan untuk terus mensyukuri segala sesuatu yang didapatkan pada hari itu. Dengan bersyukur, dia melanjutkan, akan menambah kenikmatan dalam berusaha.

"Jangan pernah ngedumel, syukuri. Kalau kita bersyukur, tambah nikmatnya. Alhamdulillah, begitu terus-menerus. Jangan pernah berburuk sangka sama Tuhan. Tuhan kasih waktu sesuai porsinya," katanya. (art)

Pengusaha Sukses yang Memuliakan Ibu

Tidak hanya sekali atau dua kali saya mendengar kisah perjalanan hidup seseorang hingga bisa sukses, karena orang-orang sukses itu dalam hidupnya selalu memuliakan orangtuanya, terutama Ibunya. Padahal kalau kita lihat sepintas lalu, Ibu tidak terlalu ikut berkecimpung aktif dalam usaha atau perusahaan anaknya, dan sepintas lalu, peran Ibu kadang tidak terlalu terlihat secara fisik atau secara materi dalam mengembangkan usaha anaknya.

Namun kenapa banyak orang-orang sukses yang mengakui bahwa Ibunya adalah inspirasi dan motivasi dalam kesuksesan hidupnya? Kenapa orang-orang sukses itu sangat memuliakan Ibunya?

Nah, sebagai salah satu contoh pengalaman, mungkin seorang Chairul Tanjung, Pemilik (CEO) Utama CT Corp atau Trans TV Corporation yang kita kenal sebagai seorang pengusaha sukses, dan namanya sudah mendunia, dia benar-benar memuliakan Ibunya. Hal itu terlihat dari sikapnya kepada Ibunya saat acara peluncuran otobiografinya di Trans Convention Hall, Bandung.

Seperti yang diberitakan Kompas, (30/6/12). "Chairul Tanjung tak kuasa menahan air mata saat naik ke atas panggung dalam peluncuran buku otobiografinya, Chairul Tanjung si Anak Singkong, Sabtu (30/6/2012) malam di Trans Convention Hall, Bandung, Jawa Barat. Buku otobiografi tersebut antara lain mengangkat peran Halimah, ibu Chairul, dalam lembaran hidupnya.

Sebelumnya, buku itu diserahkan oleh Pemimpin Umum Harian Kompas, Jakob Oetama. Begitu rampung, video pun diputar yang mengisahkan sekelibat perjalanan hidup Chairul, yang dituangkan dalam buku otobiografi. Di sana dikisahkan oleh aktor yang berperan sebagai Chairul saat sekolah hingga kuliah.

Video rampung, alunan gitar pun terdengar dan Iwan Fals naik ke atas panggung. Iwan Fals menyanyikan lagu Ibu, dengan latar belakang yang memperlihatkan foto Halimah.

Sambil bermain gitar, Iwan Fals membacakan penggalan buku yang berkisah saat Chairul menemani ibunya menunaikan ibadah haji. Di sana dia mendengarkan ulama yang mengisahkan hadits mengenai Salman Al Faritsi yang dicintai Allah melebihi Sang Rasul karena baktinya pada ibu.

Chairul pun naik ke atas panggung bersama Halimah. Di sana dia dipeluk sang ibu dan sesekali Chairul menyeka air mata di pelupuk matanya. Sewaktu memberi sambutan, beberapa kali suaranya tercekat karena menahan tangis.

Dalam sambutannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menuturkan bahwa dia juga meneteskan air mata karena terharu. Dia pun memberi apresiasi atas pencapaian yang diraih Chairul yang kini berusia 50 tahun." (Kompas, 30/6/12)

Nah, dari contoh pengalaman hidup seorang Chairul Tanjung, pengusaha sukses yang sangat memuliakan Ibunya, maka dapat kita petik hikmah dan inspirasi positif dari cara-cara beliau memperlakukan Ibunya.

Semoga kita semua juga bisa sukses sesuai dengan kadar kita, dan selalu bersyukur serta bahagia lahir dan batin di atas kesuksesan itu. Tentu saja dengan selalu memuliakan Ibu dan bapak kita. Baik orangtuanya yang masih hidup, maupun orangtuanya yang sudah meninggal, dengan selalu mengirimkan doa dari anak yang Saleh dan Saleha.


Pendidikan

Setelah lulus dari SMA Boedi Oetomo pada tahun 1981, Chairul melanjutkan pendidikannya di Universitas Indonesia (Fakultas Kedokteran Gigi). Ketika kuliah dia dikenal sebagai murid yang sangat baik hal ini terbukti saat ia mendapat penghargaan sebagai Mahasiswa Teladan Tingkat Nasional periode 1984-1985.

Naluri pengusaha mulai muncul dalam dirinya saat ia menjadi mahasiswa. Untuk membiayai kuliahnya yang cukup besar dia berjualan buku kuliah stensilan dan kaos selain itu Ia juga pernah membuka usaha foto kopi di kampus. Chairul juga pernah mendirikan sebuah toko peralatan kedokteran dan laboratorium di daerah Senen Raya, Jakarta Pusat, tetapi usahanya ini tidak berhasil.

Setelah lulus dari Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia, Chairul bersama tiga rekannya mendirikan PT Pariarti Shindutama pada tahun 1987. Dengan modal awal Rp 150 juta dari Bank Exim, (PT Pariarti Shindutama adalah perusahaan yang kegiatannya memproduksi sepatu anak-anak untuk ekspor). Karena Kerja keras yang luar biasa perusahaan tersebut mendapat pesanan 160 ribu pasang sepatu dari Italia. Akan tetapi, karena ada masalah internal dalam perusahaan (perbedaan visi tentang ekspansi usaha), Chairulpun memilih pisah dan mendirikan usaha sendiri.

Beliau sangatlah piawai dalam membangun jaringan dan berorganisasi. Hal inilah yang membuat bisnisnya semakin berkembang. Setelah keluar dari PT Pariarti Shindutama, Chairul mereposisikan dirinya ke tiga bisnis inti, yaitu keuangan, properti, dan multimedia.

Kemudian ia pun mendirikan sebuah kelompok perusahaan dengan nama Para Group. Perusahaan Konglomerasi ini mempunyai Para Inti Holdindo sebagai fatherholding company, yang membawahkan beberapa sub-holding, yakni Para Global Investindo (bisnis keuangan), Para Inti Investindo (media dan investasi) dan Para Inti Propertindo (properti).




Para Group mempunyai beberapa unit usaha, yaitu:
Mega Corpora
Perbankan
PT Bank Mega Tbk (Bank Mega)
PT Bank Syariah Mega Indonesia (Bank Mega Syariah)
Asuransi
PT Asuransi Jiwa Mega Life
PT Asuransi Umum Mega
Pasar modal
PT Mega Capital Indonesia
Pembiayaan
PT Para Multifinance
PT Mega Auto Finance
PT Mega Central Finance
Trans Corp
Trans Corpora Media
PT Televisi Transformasi Indonesia (Trans TV)
PT Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh (Trans7)
PT Agranet Multicitra Siberkom (DetikCom)
PT Trans Lifestyle
PT Anta Express Tour & Travel Service Tbk
PT Trans Fashion
PT Trans Mahagaya
PT Mahagaya Perdana (Prada, Miu Miu, Tod’s, Aigner, Brioni, Celio, Hugo Boss, Francesco Biasia, Jimmy Choo, Canali, Mango)
PT Trans F&B
PT Trans Coffee (The Coffee Bean & Tea Leaf)
PT Trans Ice
PT Naryadelta Prarthana (Baskin Robbins)
PT Metropolitan Retailmart (Metro department store)
PT Trans Airways
PT Trans Rekan Media
PT Trans Entertainment
PT Trans Property
PT Para Bandung Propertindo (Bandung Supermal)
PT Batam Indah Investindo
PT Karya Data Mandiri
PT Mega Indah Propertindo
PT Para Bali Propertindo
PT Trans Studio
PT Trans Kalla Makassar (Trans Studio Resort Makassar)
Trans Studio Resort Bandung
PT Trans Retail
PT Carrefour Indonesia
PT CT Global Resources
PT Para Inti Energy
PT Para Energy Investindo
PT CT Agro
PT Kaltim CT Agro
PT Kalbar CT Agro
PT Kalteng CT Agro
PT Arah Tumata
PT Wahana Kutai Kencana

Prestasi Para Group antara lain : di bisnis properti, Para Group memiliki Bandung Supermall. Mal seluas 3 hektar ini menghabiskan dana 99 miliar rupiah. Para Group meluncurkan Bandung Supermall sebagai Central Business District pada 1999. Sementara di bidang investasi, Pada awal 2010, Para Group melalui anak perusahaannya, Trans Corp., membeli sebagian besar saham Carefour, yakni sejumlah 40 persen. Mengenai proses pembelian Carrefour, MoU (memorandum of understanding) pembelian saham Carrefour ditandatangani pada tanggal 12 Maret 2010 di Perancis.

Majalah ekonomi ternama Forbes merilis daftar orang terkaya dunia 2010. menurut majalah tersebut, Chairul Tanjung termasuk salah satu orang terkaya dunia asal Indonesia. Forbes menyatakan bahwa Chairul Tanjung berada di urutan ke 937 dunia dengan total kekayaan US$ 1 miliar. Tahun 2011, menurut Forbes Chairul Tanjung menduduki peringkat 11 orang terkaya di Indonesia, dengan total kekayaan US$ 2,1 miliar .
Pada tanggal 1 Desember 2011, Chairul Tanjung meresmikan perubahan Para Grup menjadi CT Corp. CT Corp terdiri dari tiga perusahaan sub holding: Mega Corp, Trans Corp, dan CT Global Resources yang meliputi layanan finansial, media, ritel, gaya hidup, hiburan, dan sumber daya alam.

Pemikiran

Chairul menyatakan bahwa dalam membangun bisnis, mengembangkan jaringan (network) adalah penting. Memiliki rekanan (partner) dengan baik diperlukan. Membangun relasi pun bukan hanya kepada perusahaan yang sudah ternama, tetapi juga pada yang belum terkenal sekalipun. Bagi Chairul, pertemanan yang baik akan membantu proses berkembang bisnis yang dikerjakan. Ketika bisnis pada kondisi tidak bagus (sepi pelanggan) maka jejaring bisa diandalkan. Bagi Chairul, bahkan berteman dengan petugas pengantar surat pun adalah penting.

Dalam hal investasi, Chairul memiliki idealisme bahwa perusahaan lokal pun bisa menjadi perusahaan yang bisa bersinergi dengan perusahaan-perusahaan multinasional. Ia tidak menutup diri untuk bekerja sama dengan perusahaan multinasional dari luar negeri. Baginya, ini bukan upaya menjual negara. Akan tetapi, ini merupakan upaya perusahaan nasional Indonesia bisa berdiri sendiri, dan jadi tuan rumah di negeri sendiri.

Menurut Chairul, modal memang penting dalam membangun dan mengembangkan bisnis. Baginya, kemauan dan kerja keras harus dimiliki seseorang yang ingin sukses berbisnis. Namun mendapatkan mitra kerja yang handal adalah segalanya. Baginya, membangun kepercayaan sama halnya dengan membangun integritas. Di sinilah pentingnya berjejaring (networking) dalam menjalankan bisnis.

Dalam bisnis, Chairul menyatakan bahwa generasi muda bisnis sudah seharusnya sabar, dan mau menapaki tangga usaha satu persatu. Menurutnya, membangun sebuah bisnis tidak seperti membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan sebuah kesabaran, dan tak pernah menyerah. Jangan sampai banyak yang mengambil jalan seketika (instan), karena dalam dunia usaha kesabaran adalah salah satu kunci utama dalam mencuri hati pasar. Membangun integritas adalah penting bagi Chairul. Adalah manusiawi ketika berusaha, seseorang ingin segera mendapatkan hasilnya. Tidak semua hasil bisa diterima secara langsung.

Buku
Kisah hidup Chairul Tanjung telah ditulis dalam sebuah buku yang berjudul “Si Anak Singkong”. Buku ini megisahkan tentang perjalanan hidup Chairul Tanjung dari kecil hingga sukses seperti saat ini. Buku setebal 360 halaman yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas (PBK) ini disusun oleh wartawan Kompas Tjahja Gunawan Adiredja. Buku ini diberi kata pengantar oleh Jakob Oetama, Pendiri dan Pemimpin Umum Harian Kompas.

Biografi Chairul Tanjung diawali dengan kisah bagaimana di tengah keterbatasan kondisi ekonomi keluarga, ia mampu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Kedua orangtua sangat tegas dalam mendidik anak-anaknya, Orang tuanya mempunyai prinsip, “Agar bisa keluar dari jerat kemiskinan, pendidikan merupakan langkah yang harus ditempuh dengan segala daya dan upaya.” Apa pun akan mereka upayakan agar anak-anak mereka dapat melanjutkan pendidikan tinggi sebagai bekal utama kehidupan masa depan. Buku ini bisa anda dapatkan di toko buku Gramedia dengan harga Rp 58.000,- buku karya penulis buku ini diberi judul Si Anak Singkong karena saat masih anak-anak Chairul sering diejek teman-temannya dengan sebutan anak singkong yang artinya anak kampungan, tapi kini kenyataannya Si Anak Singkong telah berubah menjadi seorang pengusaha yang luar biasa.

Chairul Tanjung kecil melalui hari-hari penuh keceriaan sebagai anak pinggiran kota Metropolitan. Bermain bersama teman-teman dengan membuat pisau dari paku yang digilaskan di roda rel dekat rumahnya di Kemayoran, adalah kegiatan seru yang menyenangkan. Juga bersepeda beramai-ramai di akhir pekan ke kawasan Ancol, sambil jajan penganan murah, buah lontar.

Kelas 1 hingga kelas 2 SD sekolah diantar jemput oleh Kak Ana, seorang sanak keluarga dari Sibolga, dengan naik oplet. Selanjutnya kelas 3 SD sudah bisa pulang-pergi sekolah sendiri.

Saat usia SMP, Bapaknya (Abdul Gafar Tanjung) yang saat itu telah mempunyai percetakan, koran, transportasi dll gulung tikar dan dinyatakan pailit oleh pemerintah karena idealismenya yang bertentangan dengan pemerintah yang berkuasa saat itu (Soeharto). Sang ayah adalah Ketua Partai Nasional Indonesia (PNI) Ranting Sawah Besar. Semua koran Bapaknya dibredel. Semua aset dijual hingga tak memiliki rumah satu pun.

Mungkin demi gengsi, di awal-awal, Bapaknya menyewa sebuah losmen di kawasan Kramat Raya, Jakarta untuk tinggal mereka sekeluarga. Hanya satu kamar, dengan kamar mandi di luar yang kemudian dihuni 8 orang. Kedua orang tua Chairul, dan 6 orang anaknya, termasuk Chairul sendiri.

Tidak kuat terus-menerus membayar sewa losmen, mereka kemudian memutuskan pindah ke daerah Gang Abu, Batutulis. Salah satu kantong kemiskinan di Jakarta waktu itu. Rumah tersebut adalah rumah nenek Chairul, dari ibundanya, Halimah.

Ibunya adalah sosok yang jarang sekali mengeluhkan kondisi, sesulit apapun keadaan keluarga. Namun saat itu, Chairul melihat raut wajah ibunya sendu, tidak ceria dan tampak lelah. Setelah ditanya, lebih tepatnya didesak Chairul, Ibunya baru berucap : ”Kamu punya sedikit uang, Rul? Uang ibu sudah habis dan untuk belanja nanti pagi sudah tidak ada lagi. Sama sekali tidak ada”.

(Tidak diceritakan lebih jelas akhirnya mendapat solusi dari mana, namun kita bisa tahu bahwa di usia SMP, Chairul sudah menyadari bagaimana kesulitan orang tuanya, bahkan untuk makan sehari-hari. Dan Ibunya adalah sosok yang sangat tabah menjalani kerasnya kehidupan).

Menunggu Bapak Pulang demi Zakat Fitrah


Cerita Chairul Tanjung :
Suatu hari malam takbiran saat saya masih kelas dua SMP. Was-was menunggu bapak yang belum juga pulang. Saya sendirian menunggu beliau di ujung gang seraya berdoa semoga beliau kali ini membawa uang untuk zakat fitrah kami sekeluarga.

Nanar melihat euforia malam takbiran. Teman-teman sebaya sudah bergembira, beberapa di antaranya bahkan menyewa becak keliling kota.

Beberapa kali air mata ini sempat menetes, sangat sesak rasanya. Ada tetangga yang memperhatikan dan sempat akan memberi zakat, saya tolak. ”Ya Allah, kami masih kuat berdiri. Meski tidak punya uang, kami masih mampu mencari,” saya pikir.

Alhamdulillah, menit-menit terakhir menjelang shalat Id, bapak akhirnya pulang dan memberi sejumlah uang untuk membayar zakat kami sekeluarga.

Pukul 03.30 pagi saya bangunkan pengurus masjid yang tengah lelap dalam tidurnya dan menyerahkan uang itu. Setelah itu lega luar biasa. Langsung bergegas ke masjid untuk shalat Id meski tanpa pakaian baru seperti teman-teman lainnya. Allahu Akbar! Tuntas kewajiban kami, ya Allah!


Tidak ikut Study Tour ke Yogyakarta
Kelas 3 SMP sebagaimana yang dilakukan di banyak sekolah, diselenggarakan acara study tour yang pengumumannya 2 bulan sebelum keberangkatan.

Pak A.G Tanjung ( bapaknya Chairul ) saat itu mengelola perusahaan transportasi milik kawannya, sehingga otomatis Chairul mengetahui proses kerja penanganan wisata. Maka ia pun dipercaya sebagai koordinator transportasi untuk acara study tour sekolahnya ke Yogya tersebut. Namun sampai tiba waktunya, ibunya tidak mempunyai cukup uang untuk membayar biaya study tour senilai Rp. 15.000,- sehingga dengan alasan ada kepentingan keluarga, Chairul tidak ikut berangkat dalam acara yang bahkan ia sendiri yang sibuk mengurus berbagai persiapan. Ia mengerjakan tugasnya sebagai koordinator dengan seksama dan melepas kepergian teman-temannya di halaman sekolah, dengan perasaan sakit yang disembunyikan serapat mungkin.


Menggadaikan Kain Halus Ibu sebagai Biaya Kuliah

Mendaftar di perguruan tinggi negeri adalah satu-satunya pilihan untuk bisa kuliah saat itu, karena belum banyak pilihan untuk melanjutkan di universitas swasta. Jika pun ada, biayanya sangat tinggi. Jadi jika tidak diterima di negeri, alamat jalan untuk melanjutkan pendidikan tertutup sudah. Tidak mungkin keluarganya dapat membayar biaya kuliah di perguruan tinggi swasta, apalagi semua anak-anaknya masih dalam masa pendidikan.

Maka, adalah sebuah kebahagiaan yang tak terkira saat melihat nama Chairul Tanjung termasuk di antara daftar siswa yang dinyatakan lulus UMPTN. Pulang dari tempat pengumuman di Parkir Timur Senayan, Chairul mengabarkan pada orang tuanya bahwa ia diterima di FKG. Sebuah kabar bahagia tentunya, disertai pemberitahuan lain berupa biaya kuliah di FKG-UI. Total Rp. 75.000,- yang rinciannya adalah Rp. 45.000 untuk biaya kuliah, dan 30.000 untuk biaya administrasi, uang jaket dsb.

Ibunya meminta waktu beberapa hari untuk menyiapkannya. Dan sesuai janji, beberapa hari kemudian Ibunya tersenyum sambil memberikan uang yang yang diperlukan. Maka tahun 1981 Chairul Tanjung tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.

Minggu awal masuk kuliah, Chairul didaulat menjadi Ketua Angkatan Mahasiswa FKG-UI, atau mendapat julukan Jendral Angkatan”. Bisa jadi karena postur tubuhnya yang tinggi besar, dan tentu karena pengalaman berorganisasi dari SMP dan SMA yang telah dijalankannya.

Berinteraksi dengan para sahabat baru di kampus adalah hal baru yang menyenangkan tentunya. Meski mengaku sering makan di kantin CM ”Cepek Murah” Warung Toyib dengan nasi setengah porsi, sayur, tempe/tahu, semua terasa nikmat dan membuatnya bahagia.

Hingga suatu sore, ibunya, Ibu Halimah yang di kalangan tetangga dekat biasa dipanggil Mpok Limah, asli Cilandak, Sukabumi, Jawa Barat, berkata dengan terus terang kepadanya. Bahwa untuk ongkos kuliah ibunya harus pontang-panting mendapatkan uang. Dengan air mata, ibunya menatap sang anak sambil berucap ”Chairul, uang kuliah pertamamu yang ibu berikan beberapa hari yang lalu ibu dapatkan dari menggadaikan kain halus ibu. Belajarlah dengan serius, Nak.”

Mendengar itu, bumi tempatnya berpijak seolah berhenti berotasi, ia lemas seperti tanpa darah. Bisa dibayangkan, baru menikmati keceriaan bertemu teman-teman baru, tiba-tiba mendengar berita menyedihkan itu. Chairul mengaku terpukul. Bukan untuk putus asa dan menyerah terhadap keadaan, namun sebaliknya. Dari situlah ia bertekad untuk tidak meminta uang lagi kepada orang tuanya. Ia harus bisa memenuhi semua keperluan kuliah dengan usahanya sendiri.

Lima Belas Ribu Pertama dalam Hidup Chairul


Di FKG-UI banyak sekali praktikum, dari membuat gigi palsu menggunakan wax (lilin), gipsum, dsb. Ada buku praktikum sekitar 20 halaman yang harus diperbanyak (difotokopi) oleh mahasiswa sebagai pedoman wajib.

Di lingkungan Salemba Raya, bertebaran tukang foto kopi dengan ongkos per lembar Rp. 25,- sehingga diperlukan total Rp. 500,- untuk mendapatkan buku tersebut.

Nah, Chairul mempunyai teman SMP yang orang tuanya memiliki usaha percetakan di Jl. Bango V No. 5, Senen. Namanya Bravo Printing. Usaha percetakan milik Pak Surya itu dijalankan oleh Pak Surya sendiri beserta anak-anaknya Toni, Hardi Surya, Beni (teman Chairul).

Maka Chairul datang ke percetakan itu meminta tolong pada Hardi Surya (kakak kelas Chairul di SMP juga ), dan disanggupi dikerjakan dengan harga Rp 150. Dikerjakan dulu, dibayar setelah selesai.

Maka, peluang usaha mulai dilihatnya. Esoknya, Chairul menawarkan jasa cetak diktat dengan harga Rp.300, lebih hemat tentunya dibanding harga pasar yang Rp. 500,-. Singkat cerita, ada 100 orang temannya yang mendaftar mencetak di Chairul, dan otomatis ia mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 15.000,-

Sebuah keuntungan yang diperoleh dengan proses sangat mdah, dengan hanya berbekal jaringan dan kepercayaan.

Uang keuntungan usaha yang baru pertama kali diterimanya sebesar 15.000 itu dirasakan Chairul sebagai momentum pembangkit kepercayaan diri selanjutnya.

Puluhan ribu berikutnya, ratusan ribu dan jutaan berikutnya bukan perkara sulit jika semangat dan kepercayaan bisa terus dijaga. Sejak itu hidupnya terasa lebih mudah.

Dari 15.000 itu kemudian ia terkenal ke seantero kampus sebagai pengganda diktat yang murah. Awalnya ia mendapat tempat fotocopy murah di daerah Grogol ( Rp. 15,-/lembar dan karena memberi order banyak didiscount menjadi Rp.12,5/lembar). Dosen dan teman-teman lintas jurusan kerap menitipkan fotokopi padanya. Praktis nyaris tiap hari ia mondar-mandir Grogol-Salemba dengan bajaj mengangkut diktat-diktat yang difotokopi dibantu beberapa orang sahabatnya.

Berikutnya karena merasa lama-lama kerepotan mondar-mandir sementara iapun harus mengikuti jam perkuliahan dan menjalankan berbagai praktikum, ia mengajukan permohonan memanfaatkan ruang kosong di bawah tangga untuk menempatkan mesin foto kopi.

Dan berkat hubungan baik dengan hampir semua dosen, karyawan bahkan rektor UI, ijin itu mudah didapatkan.

Lalu Chairul meminta pemilik mesin fotokopi itu membuka counter di bawah tangga di fakultasnya di Salemba. Ia mendapat marketing fee sebesar Rp.2,5,-/lembar. Dan setiap sore, Chairul tinggal datang ke tempat fotokopian sambil meminta setoran layaknya bos.

Demikianlah naluri bisnisnya kian terasah. Dari mulai usaha fotokopi, merambah ke bisnis alat-alat kesehatan sebagai salah satu kebutuhan pokok mahasiswa kedokteran gigi. Lalu masuk mencoba bisnis di luar kampus meski diakhiri cerita kebangkutan dengan ditutup tokonya.

Namun bangkit lagi dengan usaha jual-beli mobil bekas, bengkel reparasi mobil, kontraktor kecil-kecilan, dll.

Tahun 1984, di masa kuliah tahun ke 4 (usia 22 tahun) Chairul telah berhasil membeli mobil Honda Civic warna coklat keluaran tahun 1976 seharga 3,6 juta. Dan tahun 1986 berganti Honda Accord keluaran tahun 1981.

Perolehan itu menunjukkan bahwa ia telah berhasil mewujudkan tekadnya untuk tidak meminta biaya kuliah pada orang tuanya, sekaligus juga telah mulai menuai hasil usahanya dengan kerja keras dan kerja cerdas tersebut. Sebuah prestasi yang membanggakan setiap orang tua tentunya.

Begitulah Chairul….sambil tekun menjalankan usahanya, ia juga paralel dengan aktif di berbagai kegiatan organisasi kampus dan aktivitas sosial. Semua dijalankan secara seimbang dan bersamaan.

Hingga di usia dewasa Chairul terus memperluas jalinan silaturahim ke berbagai kalangan, berani mempelajari aneka bisnis baru dan mencari jalan untuk menjalankan dengan sebaik-baiknya. Gabungan antara kerja keras, menjaga kepercayaan, mengedepankan kejujuran dan etika bisnis, tak pernah berhenti belajar dan disertai dengan doa terbaik tentunya.

Pak Chairul Tanjung, sesosok pengusaha besar nasionalis yang sangat diperhitungkan di negeri ini, termasuk bagi Pak Dahlan Iskan yang saat itu sempat mengirimkan sms menawarkan penjualan saham Garuda sebagaimana yang sempat diceritakan oleh Pak Dis sendiri di Manufacturing Hope beberapa waktu lalu. Beliau mungkin telah menggenggam berbagai cerita kesuksesan hari ini yang adalah hasil jerih payah dan kerja kerasnya yang dimulai sangat dini.

Tempaan hidup berupa kemiskinan, seringkali menjadikan seseorang menjadi tangguh, berkarakter dan berkepribadian.
Lalu, jika sebagian kita yang Alhamdulillah mungkin tak sampai harus mengalami kelaparan sebagaimana Pak Chairul Tanjung, dan Pak Dahlan Iskan di masa kecil, dapatkah kita mempunyai semangat juang yang sama dengan mereka semua?

Sejauh mana usaha dan kerja keras kita hari ini? Dapatkah kita menggembleng anak-anak kita untuk menyadari bahwa tugas di pundak mereka adalah menjadi manusia-manusia bermanfaat di hari depannya kelak?

Pertanyaan-pertanyaan yang tak mudah menjawabnya. Pun adalah pekerjaan yang tidak segampang mengatakannya. Yang pasti…harus terus kita nyalakan api semangatnya….agar setidaknya kita tahu apa yang harus kita lakukan hari ini, esok dan lusa.


Source : http://www.jualbeliforum.com/cerita-motivasi/271810-kisah-sukses-chairul-tanjung.html